Senin, 21 September 2015

tugas hukum pertanahan

BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar belakang
            Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat(1) UUPA, yaitu”atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama  dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
            Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

B.     Rumusan makalah
1.      Apa saja yang mencangkup tentang hak-hak atas tanah dalam hukum agraria?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui tentang hak-hak atas tanah dalam hukum agraria.



BAB II
PEMBAHSAN


A.    Ruang lingkup hak atas tanah
      Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat(1) UUPA, yaitu”atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama  dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
      Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.
      Menurut soedikno mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagin menjadi yaitu;
1.      Wewenang umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi,air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain hukum tinggi (pasal 4 ayat (2) UUPA).
2.      Wewenang khusus
Wewenan yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah hak guna bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah hak guna usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepntingan perusahaan dibidang pertanian.
B.     Hak Milik
      Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 22 UUPA, yaitu :
1.      Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat
Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah(pembukaan hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah(aanslibbing).
Yang dimaksud pembukaan tanah adalah pembukaan tanah yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukumm adat melalui 3 sistem penggarapan, yaitu ; matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan system bluburan.
Yang dimaksud dengan lidah tanah(aanslibbing) adalah pertumbuhan tanah ditepi sungai, danau atau laut, tanah yang tumbuh demikian itu dianggap menjadi kepunyaan orang yang memiliki tanah yang berbatasan, karena biasanya pertumbuhan tersebut sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik secara demikian itu juga melalui suatu proses pertumbuhan yang memakan waktu.
2.      Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah
Hak milik atas tanah ini mulanya berasal dari tanah Negara. Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional(BPN). Apabila semua persyaratan yang telah ditentukan telah dipenuhi oleh pemohon, maka BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SKPH ini wajib didaftarkan oleh pemohon kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat hak millik atas tanah. Pendaftaran SKPH menandai telah lahirnya hak milik atas tanah.
3.      Hak milik atas tanah terjadi karena ketentuan undang-undang.
Terjadinya hak milik atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24 september 1960, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
Yang dimaksud konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA (pasal 16 UUPA).
Penegasan konversi yang berasal dari tanah milik adat diatur dalam Peraturan Mentri Pertanian dan Agraria (PMPA) No. 2 Tahun 1962 tentang penegasan dan pendaftaran berkas hak-hak Indonesia atas tanah.
Hak milik atas tanah juga dapat terjadi melalui 2 cara yaitu ;
1.      Secara originair
Terjadinya hak milik atas tanah untuk pertama kalinya menurut hukum adat, penetapan pemerintah, dank arena undang-undang.
2.      Secara derivative
Suatu subjek hukum mmemperoleh tanah dari subjek hukum lain yang semula sudah berstatus tanah hak milik, misalnya jual beli, tukar-menukar, hibah, pewarisan. Dengan terjadinya perbuatan hukum atau peristiwa hukum tersebut, maka hak milik atas tanah yang sudah ada beralih dari subjek hukum yang satu kepada subjek hukum yang lain.
C.     Hak Guna Usaha
      Pengertian hak guna usaha menurut pasal 28 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang  dikuasai langsung oleh Negara,  dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna pertanian, perikanan, atau perternakan. PP No. 40 tahun 1996 menambahkan guna perusahaan perkebunan.
      Luas hak guna usaha adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 hektar dan luas maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5 hektar dan luas maksimalnya ditetapkan oleh badan pertanahan nasional (pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 tahun 1996).
      Subjek Hak Guna Usaha. Yang dapat mempunyai (subjek hukum) hak guna usaha menurut pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No. 40 tahun 1996 adalah :
1.      Warga Negara Indonesia
2.      Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia ( badan hukum Indonesia).
      Bagi pemegang hak guna  usaha yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak guna usaha, maka  dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hal init tidak dilakukan, maka hak guna usahanya hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.
      Jangka waktu hak guna usaha, hak guna usaha mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama  35 tahun dan dapat diperpanjang untuk  jangka waktu paling lama 25 tahun.
D.    Hak guna  bangunan
      Pengertian hak guna  bangunan. Pasal 35 UUPA memberikan pengertian hak guna bangungan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
      Terjadinya hak guna bangunan, terjadi hak guna bangunan berdasarkan asal tanahnya yaitu sebagai berikut;
1.      Hak bangunan atas tanah Negara
2.      Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
3.      Hak guna bangunan atas tanah hak milik
      Jangka  waktu  hak guna bangunan, jangka waktu hak guna bangunan diatur dalam pasal 26 sampai pasal 29 PP No.40 tahun 1996. Jangka waktu hak guna bangunan berbeda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu :
1.      Hak guna bangunan atas tanah Negara 
Berjangka waktu pertama paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
2.      Hak guna  bangunan atas tanah hak pengelolaan
Hak guna ini berjangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun dan dapat dperbaharui paling lama 30 tahun.
3.      Hak guna bangunan atas tanah hak milik
Hak guna bangunan ini berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan jangka waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak guna bangunan dapat diperbaharui  dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat.
E.     Hak pakai
      Pengertian hak pakai, menurut pasal 41 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak  untuk mengguanakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau perjanjian dengan pemilik  tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa.
      Subjek hak pakai. Pasal 42 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai, adalah:
1.      Warga Negara Indonesia
2.      Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3.      Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
4.      Badan hukum asing yang  mempunyai perwakilan di Indonesia
      Khusus subjek hak pakai yang berupa orang asing yang berkedudukan d Indonesia diatur dalam PP No.41 tahun1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
      Hak pemegang hak pakai.berdasarkan pasal 52 PP No. 40 tahun 1996, pemegang hak pakai berhak :
1.      Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk  keperluan pribadi atau usahanya
2.      Memindahkan hak pakai kepada pihak lain
3.      Membebaninya dengan hak tanggungan (tanggungan utang bank)
4.      Menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
F.      Hak Sewa Untuk Bangunan
      Pengertian hak sewa untuk bangunan. Menurut  pasal 44 ayat(1) UUPA, Hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah hak milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan.
      Sifat dan ciri-ciri hak sewa untuk bangunan  menurut  Boedi Harsono sebagai berikut :
1.      Sebagaimana dengan hak pakai, maka tujuan penggunaanya sementara, artinya jangka waktunya terbatas.
2.      Umumnya hak sewa bersifat  pribadi dan tidak diperbolehkan untuk dialihkan kepada pihak lain ataupun untuk menyerahkan tanahnya kepada pihak ketiga dalam hubungan sewa dengan penyewa(onderverhuur) tanpa izin pemilik  tanah.
3.      Sewa menyewa dapat diadakan dengan ketentuan bahwa jika penyewa meninggal dunia hubungan sewanya akan putus.
4.      Hubungan sewa tidak terputus dengan dialihkanya hak milik yang bersangkutan kepada pihak lain.
5.      Hak sewa tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
6.      Hak sewa dengan sendirinya dapat dilepas oleh pihak yang menyewa.
7.      Hak sewa tidak termasuk golongan hak-hak yang didaftar menurut PP No.10 tahun 1961(sekarang PP No. 24 tahun 1997).
      Terjadinya hak sewa untuk bangunan.  Hak sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian persewaan tanah yang tertulis antar pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
      Hapusnya hak sewa untuk bangunan.  Factor-faktor penyebab hapusnya hak sewa untuk bangunan, adalah :
1.      Jangka waktunya berakhir
2.      Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir dikarenakan pemegang hak sewa untuk bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak sewa untuk bangunan.
3.      Dilepaskan oleh pemegang hak sewa untuk bangunan sebelum jangka waktunya berakhir.
4.      Hak milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum.
5.      Tanahnya musnah.
G.    Hak Atas Tanah Yang Bersifat Sementara
      Ada macam-macam hak atas tanah yang bersifat sementara secara berurutan macam-macam hak atas tanah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Hak gadai (gadai tanah)
Pengertian hak gadai(gadai tanah). UUPA tidak memberikan pengertian tentang hak gadai tanah. Boedi Harsono mengemukakan pendapat bahwa gadai tanah adalah hubungan hukun antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain,yang telah menerima uang gadai dari padanya.
      Jangka waktu hak  gadai (gadai tanah). Dalam praktiknya dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Hak gadai tanah yang lamanya tidak ditentukan.
Dalam hal ini gadai tanah tidak ditentukan jangka waktunya, maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan sewaktu-waktu, misalnya sekarang digadai, 1 atau 2 bulan kemudian ditebus. Penebusan boleh dilakukan apabila pemegang gadai minimal telah melakukan satu kali masa panen. Hal ini disebabkan karena hak gadai tanah merupakan perjanjian penggarapan tanah bukan perjanjian pinjam-meminjam uang.
2.      Gadai tanah yang lamanya ditentukan
Dalam hak gadai ini, pemilik tanah dapat menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjikan dalam hak gadai berakhir. Jika jangka waktunya sudah berakhir dan pemilik  tanah tidak dapat menebus tanahnya, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi sehingga pemeggang  hak gadai bias menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut. Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan pemilik tanah tidak dapat menebusnya, maka pemegang gadai tidak dapat memaksa pemilik  tanah untuk menebus tanahnya, dan kalau pemegang gadai tetap memaksa menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut, maka pemilik tanah dapat menggugat pemegang gadai kecuali pemilik tanah mengizinkan menjual  tanah yang digadaikan.



BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan
      Dalam hukum agraria tentang hak-hak atas tanah  terdapat ruang lingkup yang mencangkup masalah berbagai hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan dan hak atas tanah yang bersifat sementara.
      Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat(1) UUPA, yaitu”atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama  dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
      Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

B.     Saran
      Kita sebagai seorang mahasiswa AS patutlah kita mempelajari dan memahami Tentang hak-hak yang ada dalam hukum agraria sebagai pembelajaran bagi diri kita untuk mengetahui apa saja hukum dan hak dalam pertanahan yang sesuai dengan UUPA.






DAFTAR PUSTAKA



Urip Santoso, SH.,MH., Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: kencana, 2007.
Bachasan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Presspektif, remadja karya, bandung, 1988.

Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agrarian Sedjarah Penjusunan Isi dan Pelaksanaanja, Djambatan. Djakarta. 1970.